Lara, saya iri padamu. Biarpun kamu selalu bilang kamu tidak pernah merasa hidup, tapi kamu masih punya mimpi. Kamu adalah batu, tapi kamu bidadari dalam mimpi-mimpimu. Kamu bisa menari lincah, mengarung udara di saat kamu membatu bertahan menantang arus kehidupan.

Saya, Lara, mimpi saja tidak punya. Hidup nyata, batu saja saya bukan. Apakah saya? Apa juga itu hidup? Apakah saya hidup?

Menata Pikiran (Menjadi Tua)

Semenjak kuliah usai dan memasuki fase liburan, isi kepala ini menjadi tercampur aduk. Saya tidak bisa mengingat informasi apa ada di mana, darimana saya mendapatkan informasi ini, kenapa saya bisa mempunyai ingatan seperti ini, semua begitu teraduk-aduk hingga saya sendiri bahkan tidak mengerti apa isi kepala saya. 3 tahun yang lalu, di paruh ujung jenjang SMA, saya pernah membuat tulisan berjudul Ambang. Dalam tulisan tersebut, karakter utama sekaligus narator, bercerita tentang dirinya yang berada dalam suatu kondisi di mana ia hanya melayang. Tidak menyentuh atap, juga tidak menjejak lantai. Dia tidak berada di dalam kamar, tetapi juga tidak berada di luarnya. Dia berada di ambang. Suatu kondisi ketidakpastian, di mana memang tidak ada sesuatu yang berdiri tegak menjejak. Semuanya melayang, beterbangan tak tentu arah. Karakter utama menikmati keadaan itu, tanpa kepastian.

Sekarang saya adalah si karakter utama (sesaat rasanya saya seperti meramalkan keadaan saya sendiri), yang tak menjejak apapun. Hidup berjalan dengan campur aduk, di mana tanggal tak pernah berjalan, jarum jam hanyalah representasi dari pergerakan tak bermakna, demikian pula dengan terang gelap di luar jendela rumah. Tidak ada yang signifikan. Saya hidup dalam ambang, di mana semuanya adalah abstrak.

Pertama saya pikir akan terasa nikmat.

Tapi tidak.

Rupa-rupanya, pola hidup yang serba terstruktur dan serba pasti lainnya telah merubah pola pikir saya. Saya terbiasa menghadapi semua yang konkrit, pasti. Hidup abstrak yang saya impikan dulu semasa SMA, waktu semua terasa begitu pasti dan teratur, membuat saya tidak nyaman. Semua terasa aneh, hal yang berseliweran begitu saja, memori dan informasi yang muncul entah darimana tanpa saya mampu mengingat, begitu aneh. Begitu tidak nyaman. Saya tidak bisa hidup begini, saya harus menata ulang hidup saya, pikiran saya. Semuanya harus serba teratur, serba pasti dan rapi. Detik jam, setiap yang berlalu, adalah sesuatu yang berarti, pergantian tanggal adalah suatu bukti bumi masih terus berputar. Semuanya harus signifikan dan teratur.

Saya tidak boleh main-main dan cuek lagi. Waktu begitu berharga. Karena saya telah menjadi dewasa, saya bukan anak-anak lagi.

Saya telah menjadi tua.