Namaku "K"

Hmmh. entah berapa tahun sudah berlalu. entah sudah berapa ratus atau ribu kali jam dinding itu berputar dari angka 12 kembali ke angka 12 lagi. aku tak tahu.

Nama? tak tahu aku. apa 'sesuatu' seperti aku ini layak punya nama? jangankan nama, wujud pasti pun aku tak punya. 'sesuatu' yang tak berwujud, tak bernama, tapi ada. itulah aku. bingung? aku juga.

biar kalian bisa sedikit mengerti tentang aku,coba ku ceritakan saja diriku secara garis besar.

aku tak berwujud. sebenarnya ada, tapi berbeda-beda tergantung di mana aku berada, tapi kalian bisa menemukanku dalam wujud sama di beberapa tempat.

aku ada di semua tempat. tetapi keberadaanku bisa disadari bisa tidak, tergantung kondisi tempatku berada. pada kalian pun, aku juga ada. entah sekarang kalian menyadariku atau tidak. bagaimana sekarang? sudah dapat gambaran?

sekarang aku akan memulainya. cerita tentang diriku, tentang salah satu dari dia yang menyadariku..

**

sebenarnya, keberadaanku ini bisa merepotkan bisa tidak. tergantung bagaimana cara mereka yang kuhinggapi memandangku. aku bisa sama sekali tidak menggubris mereka, tetapi bisa membuat mereka seolah berada di jurang terdalam kehidupan, seperti orang yang mau kuceritakan ini.

sejak awal dia ada, dia bukanlah sesuatu yang bermasalah. dia tidak cacat, keluarganya baik-baik saja, pergaulannya normal, dia bukan murid yang bermasalah di sekolah, dan hidupnya seperti orang kebanyakan. normal, datar, tidak berwarna. apa itu yang membuatnya begitu merasakan keberadaanku?

sebenarnya tidak. dia tahu, aku juga tahu. bukan segala kenormalan dan kedataran itu yang salah. 2 tahun yang lalu, dia sama sekali tidak sadar akan keberadaanku. beberapa kali aku mencoba menyapanya, mengingatkannya kalau aku ada. dia memang merasakanku, tetapi tidak menjadi masalah seperti saat ini. saat itu, aku hanya bisa diam di tempatku berada, melihat dia menikmati hari-harinya dengan senang, tanpa diriku.

tahun-tahun yang menyenangkan itu tiba-tiba lewat. dia pindah, pindah ke suatu tempat yang benar-benar berbeda dari segala kenormalan yang berlangsung. sejak awal dia pindah, dia tahu, sesuatu akan berubah. kenormalan yang dia miliki mungkin hilang, dia akan berubah. entah dari kepompong menjadi kupu-kupu yang cerah, atau malah menjadi ngengat yang suram. dia tidak tahu, tetapi aku tahu akan jadi apa dia.

sekitar setengah tahun setelah kepindahan itu, dia sudah berubah drastis. pertama-tama, dia memang menjadi kupu-kupu. dia senang, gembira dengan lingkungan sekitarnya. dia merasa bahwa hidupnya begitu menyenangkan pada saat itu. keberadaanku terlupakan, benar-benar terlupakan seolah aku tidak ada. dia sama sekali tidak sadar, kalau itu hanya awalnya. dia akan terpuruk, jatuh ke jurang terdalam setelah semuanya. dia tidak akan pernah jadi kupu-kupu itu. dia akan sadar, hujan akan segera turun, dan warna warni itu akan luntur. dia akan sadar, kalau dia sebenarnya telah menjadi ngengat.

setahun berlalu. 'kenormalan' yang sudah terguncang itu kembali terguncang lagi. kali ini bukan karena aku, tetapi karena sesuatu yang lain. yah, biar nanti sesuatu itu yang bercerita pada kalian. ini kisahku, bukan kisahnya. pokoknya, setelah guncangan itu, aku sepenuhnya muncul ke permukaan. dia sadar betul akan kehadiranku sekarang. dan suatu keberuntungan karena aku sudah melekat kuat di hatinya, karena setelah sadar, dia mencoba membuangku. tapi tidak bisa. tidak akan pernah bisa lagi. aku sudah menyatu dengan hatinya, menjadi bagian dari dirinya. mau bagaimanapun dia berusaha melepaskan diri dariku, tidak akan bisa. hanya kematian yang bisa memisahkan kami.

**

aku menghela napas. pikiranku kosong. otakku kosong. aku tak bisa memikirkan apa-apa lagi. hati ini sudah terlalu lelah untuk merasa, untuk berpikir, untuk apapun juga. capek. 

"memang sulit ya hidup kalau bersamaku." suara tak berwujud itu berkata sinis,"Jadi, sekarang apa keputusanmu?" 

aku diam dan menatap cutter di atas meja. keputusanku sudah bulat, tetapi masih bulat seperti pacman, alias masih ada keraguan di hatiku. segalanya sudah beres. aku sudah membuat surat yang menjelaskan mengapa aku bertindak seperti ini, segalanya tentang apa yang kupikirkan, kurasakan, dan kuinginkan. sejak aku berubah, aku sadar bahwa tidak ada lagi gunanya aku melanjutkan hidup ini. kalau harus terus tersakiti seperti ini, bukankah kematian akan terasa seperti obat penawar yang kutunggu-tunggu? saat dimana aku tidak akan bisa merasakan apa-apa lagi, seperti yang kuinginkan selama ini. 

"Jadinya?" suara itu terus mendesak,"Ayo lakukan kalau kau pikir kau sudah tak tahan lagi denganku. ingat, kita tak bisa terpisahkan sampai mati. kau terus menyembunyikan aku dalam hatimu, membuatku menguasainya sesuka hatiku. kau tak bisa membuangku, melupakanku, atau menghancurkanku." 

dia benar. hanya kematian yang bisa memisahkanku dan dia, tidak ada jalan lain lagi. tanpa berpikir panjang, aku mengambil cutter dan mulai menggoreskannya dia pergelangan kiriku. pertama tipis-tipis. sakit. aku berhenti menggoreskannya. rasanya sakit sekali... tapi aku meningat hari-hari yang kulalui beberapa bulan terakhir ini. mengingat perasaan kosong yang begitu menyiksaku, mengingat bagaimana aku membenci melihat mereka yang berkumpul dan tertawa bersama, benci melihat bagaimana aku dilupakan dan tak dianggap. aku mendengus dan mulai menggores lagi. sakit yang kurasakan saat ini tak ada apa-apanya dibandingkan sakit yang setiap hari harus kurasakan, ya, sakit yang bernama KESEPIAN itu. goresanku mulai semakin berani, semakin mendalam, terus, terus, semakin dalam. darah mengalir, menetes berjatuhan dari atas meja ke pahaku. sakit yang pertama kurasakan semakin berkurang, malah lama kelamaan tak terasa apa-apa. apa aku sudah mencapai tahap tak merasa apa-apa 

"yep. kau sudah mencapainya." aku sekarang bisa melihat si suara tak berwujud itu. aku terkejut, wujudnya tak lain adalah diriku sendiri,"sekarang kita sudah berpisah. selamat, aku tak akan mengganggumu lagi." 

**

Anak malang. dia sama sekali tidak sadar, aku telah menipunya. Aku dan dia masih bisa berpisah, asalkan dia mau memandang hidupnya lebih baik lagi. aku hanya bisa tersenyum kalau mengingat anak ini, bagaimana manusia bisa menjadi begitu lemah dan bodoh sehingga mengakhiri hidupnya hanya karena aku. haha. bodoh.

ngomong-ngomong, anak itu ternyata menyebutkanku juga di surat terakhirnya. memang lecek dan sudah berlumur darah, tapi kedua orangtuanya masih bisa membacanya. saat mendengarnya, aku merasa bahwa memang itulah namaku yang sebenarnya.

Jadi, mari kita berkenalan sekali lagi. namaku "KESEPIAN", aku ada di hati setiap manusia. kalian harus berhati-hati mulai sekarang, sebab mengenalku dapat mencabut nyawa kalian.



Jakarta, 28 Mei 2009
saya yang masih bodoh


Jadi ini sebenarnya karya saya waktu masih SMA. Saya ingat dulu saya baru pindah pertama kali ke tempat baru, dan suasananya terasa masih sangat asing. Saya begitu rindu akan tempat yang lama. Teman saya, seorang yang kebetulan sering merasa begini juga membuat rasa saya semakin besar. Dari kesepian  itulah lahir karya ini. Sekarang saya cuma bisa ketawa saja. Apa dulu saya selemah ini?

Tidak ada komentar: