Malaikat kecil itu pernah bertanya, "Mengapa ia meninggalkan kita?"

Saya tak bisa menjawab, lidah saya menjadi daging tak bernyawa. Tak ada jawab, karena saya tak bisa memahami, tidak bisa mengetahui. Apakah saya harus memberi kejujuran, atau saya harus memikirkan kepolosan malaikat kecil ini? Saya tak tahu, saya benar tak tahu.

Malaikat kecil itu pun saya suruh untuk tidur, lebih baik dia menutup mata dan bermimpi daripada dibuat pusing oleh realita. Biar saya saja sendiri yang memutar otak,

manakah yang lebih sulit?

"Mengapa saya ditinggalkan?"

atakah

"Mengapa kau meninggalkan?"

Tidak ada komentar: